Belajar Dari Anak Kecil


Yohanes 6 : 9-10
6:9 "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?"
6:10 Kata Yesus: "Suruhlah orang-orang itu duduk." Adapun di tempat itu banyak rumput. Maka duduklah orang-orang itu, kira-kira lima ribu laki-laki banyaknya.

            Hari-hari ini Tuhan bawa saya untuk memperhatikan anak-anak kecil usia 5-6 tahun atau kalau jalur pendidikan mereka ini masih usia TK. Tuhan mau saya melayani mereka sekaligus belajar dari iman mereka. Kalau kita perhatikan, anak kecil memiliki iman yang tulus, polos dan masih murni. Tidak banyak pergumulan yang ada dalam otak dan pikiran mereka. Ekspresi mereka juga masih segar dan spontan. Anda yang masih mempunyai anak kecil seusia balita atau masih TK, akan mengerti apa yang saya maksudkan. Beberapa tahun lalu saya masih mengabaikan melayani anak-anak kecil ini karena saat itu sedang fokus dengan melayani anak-anak usia remaja dengan berbagai konfliknya. Saya merasa tidak punya bakat untuk melayani anak usia kecil.

            Suatu kali saya merasa tergetar ketika seorang anak membuka dompet dan mengeluarkan isinya tanpa dihitung lagi. Dia berkata “Ini pak, untuk pelayanan bapak...”. Saya bukan orang yang tega mengambil uang seorang anak begitu saja, namun saya juga tidak mau menghalangi cara Tuhan bekerja melalui anak itu. Tapi dari situ saya belajar bahwa seorang anak mau memberikan tanpa banyak perhitungan, seperti yang seringkali kita lakukan, termasuk saya juga. Kadang kita masih mikir kalau memberi untuk ini nanti hitungannya tidak cukup atau ada kebutuhan lain, dan sebagainya.

            Ketika saya merespon panggilan Tuhan untuk melayani dengan memberi makan bagi anak-anak, saya melihat respon anak-anak yang luar biasa. Saat makanan yang kami bawa terlambat datang, mereka sempat bertanya dengan antusias “Hari ini kok ga’ ada makanan lagi...”. Bagi kami itu bukan sesuatu yang kurang ajar, namun seperti sebuah respon antusias dan perhatian pada pelayanan kami. Demikian juga ketika suatu kali kami ajak makan di kantin, tiba-tiba ada yang berucap “Nambah lagi ya..”. Loh anggarannya cuma satu piring, kok nambah lagi. Namun hal itu menjadi sebuah kobaran semangat bagi kami yang sekaligus juga merobek hati kami, betapa mereka terlihat senang dan bahagia mendapatkan perhatian sekalipun hanya dengan makanan yang seadanya.

            
Pada bacaan di atas yang sudah kita akrabi sejak kecil di tingkatan sekolah minggu, ada sebuah figur yang istimewa yang menjadi pelaku sejarah. Figur tersebut yaitu seorang anak kecil yang menyediakan roti dan ikannya untuk diberikan pada Tuhan Yesus. Saya juga yakin bahwa dari antara lima ribu orang laki-laki itu tentu ada yang membawa uang. Tidak mungkin mereka kesana kemari tidak membawa persediaan uang yang cukup. Namun saat dikumpulkan untuk duduk secara berkelompok untuk diberi makan, tentu mereka juga bingung mau makan apa untuk orang sekian banyak ini. Mungkin juga ketika diajak patungan atau urunan sumbangan sukarela, masing-masing berpikir “Wah uang saya tidak akan cukup kalau dibuat sumbangan beli makan..”. Mungkin juga yang lain akan berpikir, “Uang ini untuk bekal pulang nanti, sayang sekali kalau diberikan...”. Mohon maaf itu hanya penafsiran saya saja yang tidak ada di Alkitab mana pun. Tapi yang pasti mereka saya yakin membawa uang.

            Namun kondisi berbeda terjadi ketika seorang anak maju menyerahkan bekal makanan yang dimiliki satu-satunya tanpa sisa. Dia menyerahkan lima roti dan dua ikan itu. Sesuatu yang sederhana dan sangat kecil nilainya. Sampai Andreas pun berkata  “tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?". Sesuatu yang hampir tidak ada nilainya untuk memberkati lima ribu orang laki-laki itu. Bahkan ada yang memperkirakan totalnya sekitar tujuh ribu orang termasuk perempuan dan anak-anak.

            Hari ini mari periksa kondisi hidup kita yang masih dalam pergumulan. Kadang tanpa kita duga penyelesaian ada dalam diri kita sendiri. Sesuatu yang sederhana dan mungkin tidak pernah kita perhitungkan, tapi ternyata itu yang harus kita serahkan pada Tuhan. Murid-murid Yesus berpikir menyelesaikan masalah perut ribuan orang itu dengan membeli roti untuk dimakan. Namun ternyata cukup dengan roti dan ikan yang jumlahnya sedikit tapi diserahkan pada Tuhan Yesus, maka masalah lapar itu pun menjadi reda.

            Coba periksa apa hal dalam hidup kita yang belum kita serahkan pada Tuhan. Mungkin jam tidur kita yang bisa kita bawa sebagai korban pada Tuhan. Anda memangkas jam tidur dan memberikan pada Tuhan sebagai jam doa. Mungkin juga tenaga anda yang masih prima, kalau biasanya dibuat untuk jalan-jalan lalu anda ganti dengan mengunjungi orang-orang tertentu untuk memberikan motivasi dan semangat. Saya dulu suka sekali nonton sepak bola yang berlangsung dini hari, sampai suatu kali saya sadar. Saya dengan rela bangun tengah malam untuk menantikan siaran sepak bola, mengapa saya begitu sulit bangun untuk berdoa. Kesukaan saya sejak kuliah adalah main internet, tapi satu kali saya harus menyerahkan kebiasaan browsing saya itu dengan menjadi berkat bagi banyak orang melalui fasilitas internet ini.

            Mari berikan sesuatu pada Tuhan sebagai taburan yang sederhana, kecil, tak ternilai namun ternyata itu bisa menjadi berkat yang luar biasa dan istimewa di hadapan Tuhan. Apa sesuatu itu yang bisa kita persembahkan bagi Tuhan, anda saya rasa lebih tahu dari saya. Berikan pada Tuhan sebagai persembahan, maka kehidupan kita akan mengalami pelipatgandaan yang tak terduga. Mari belajar seperti anak kecil tersebut yang memberikan sesuatu yang sederhana tapi terbaik yang dia miliki. Masalah kita tak akan pernah kita sangka, ternyata sudah terselesaikan dengan sendirinya. Tetap setia sampai garis akhir. Tuhan Yesus memberkati.

Untuk dukungan doa  :
SMS/WA                    : 085645705091

BBM                           : D6EABD71

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nurut Sama Tuhan

JANGAN MENABUR BENIH YANG TIDAK PERLU